Doa ku untuk keluarga ku
Aku terlahir didalam keluarga yang
serba biasa,tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Aku terlahir sebagai anak
pertama dengan keempat adik-adik ku. Ayah ku hanya seorang buruh pabrik dan
ibuku hanya seorang pedagang sayuran. Kami sekeluarga tinggal disebuah rumah berdinding papan yang
hampir lapuk.
Tahun itu adalah tahun dimana aku
akan mendaftar di SMA, Ayah ku menyuruuh ku mendaftar di SMA pilihan ayahku,SMA
berstandar internasional yang sebenarnya aku ragu untuk mendaftar disana karena
aku merasa tak sanggup untuk mengikuti proses belajar disana,namun ayahku
selalu saja memaksa, dengan hati yang berat aku pergi seorang diri mendaftar di
SMA tersebut. Pendaftaranpun selesai,seminggu sebelum pengumuman keluar aku
harus memantau nomor ujian ku selama seminggu. Aku terus memantau nilaiku
sambil terus berharap agar nomor ujianku berada diurutan paling bawah,namun
ternyata sampai hari pengumuman tiba,nomor ujianku tak kunjung turun,tetap pada
posisi 40,dan berarti aku resmi menjadi siswa SMA tersebut.
Aku mengabari ayahku tentang hal
tersebut,terdengar nada gembira yang dituturkan ayahku lewat telpon tersebut.
“oh tuhan,haruskah aku menghancurkan
kegembiraan ayahku? Ucapku dalam hati.
Tapi
inilah pilihan terakhir ku,yang tak mungkin ku tinggalkan.
Sampai pada hari pertama sekolah
sebagai siswa berseragam putih abu-abu,aku belum juga ikhlas menjalankan status
baruku sebagai siswa SMA berstandar internasional pilihan ayahku. Begitulah
setiap harinya,aku menjalani profesi baruku dengan setengah hati tanpa pernah
ayahku tahu bahwa sesungguhnya aku tak ingin bersekolah disana
Ketika itu aku memandangi ayahku
yang bekerja bermandikan debu. Sungguh hatiku teriris,tak tega aku melihat
semua itu. Ingin rasanya aku menggantikan posisi ayah saat itu. Sesudah itu aku
harus menjemput ibu di pasar, setelah memarkirkan sepeda motorku, kulihat ibu
yang sedang menawarkan barang dagangannya, sambil sesekali menghela napas
panjang. Kembali hatku menjerit. Sungguh aku tak bisa berbuat apapun untukmu
Ibu. Sambil melangkah mendekati ibu, hatiku masih terus menangis, sampai ibu
menyadari keberadaanku.
“Eh, siapa temanmu kesini kak?” ucap
ibu dengan sedikit terkejut melihat kedatanganku!”
“ sendirian bu, jawabku”
“ udah sarapan?makan lah dulu biar
ibu pesankan!”
“tidak bu!ibu saja yang
sarapan,kakak sudah sarapan di rumah.”
“ibu tidak lapar,lagian dagangan ibu belum habis!
Perkataan ibu yang
semakin membuatku merintih dalam hati.
1 jam berlalu, dagangan
ibu sudah habis, saat nya pulang.
Dengan keringat yang bercucuran ibu menenteng
barang-barang yang harus dibawa pulang, segera ku dekati ibu dan membantunya
membawa barang-barang tersebut.
Setibanya dirumah,
melihat ibu dan aku datang adik-adikku bersorak bahagia!
“bu ada bawa kue ?? Tanya adikku yang keempat.
“lihat diplastik itu! Jawab ibuku.
Sambil terus memandangi ibu, aku sedikit malu betapa
tidak aku tak bisa melakukan apapun untuk ibu. Tiba-tiba ayahku datang.
“kak, ambilkan ayah minum, pinta ayah dengan sedikit
terbatuk-batuk.
Aku bergegas masuk
kedalam rumah dan mengambilkan ayah segelas air putih.
“ini ayah ! ucapku.
Ayah meminum air
tersebut dengan wajah yang sangat dahaga. Sungguh aku tak sanggup dengan semua
ini. Kenapa harus aku yang mengalami nasib yang seperti ini!. Orang tuaku bersusah
payah membanting tulang hanya untuk aku dan adik-adikku, tapi, kenapa aku masih
tidak bersungguh-sungguh bersekolah ? itu sama saja aku membunuh orang tuaku ,,
sesalku dalam hati.
Malam harinya, aku tak bisa tidur. Tak sanggup aku
membayangkan nasib keluargaku. Tuhan , sungguh aku anak yang durhaka. Ayah dan
ibuku telah bersusah payah menyekolahkanku sampai pada sekolah yang berstandar
internasional yang tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kembali aku
menyesali perbuatanku tersebut, ditambah lagi dengan perkataan ibu yang
membuatku semakin merasa bersalah. Ibu pernah bilang, aku harus bisa jadi
dokter, atau paling tidak jadi seorang bidan. Perkataan ibu tersebut semakin
membuatku dilema, bahkan sempat down.
Bagaimana tidak, dengan bersekolah di SMA yang berstandar
internasional, aku ragu untuk bisa masuk ke jurusan IPA. Ya, jurusan yang harus
ku capai. Jika aku ingin mewujudkan perkataan ibuku, namun dengan saingan yang
begitu berat, rasanya aku tak mampu mewujudkan angan ibuku.
Semester pertama yang kulalui disekolahku, yah hanya
rangking 9. Tapi tetap harus bersyukur! Walau hanya rangking 9, ayah dan ibuku
tetap bahagia dengan hasil tersebut. Senang rasanya melihat ayah dan ibu
tersenyum bahagia!
Huu..Andai saja setiap detik aku bisa membuat ayah dan
ibuku tersenyum,betapa indah hidup yang kurasakan namun kenyataan berkata
lain,aku tetap harus berjuang demi ayah dan ibuku.
Sampai suatu malam yang sepi aku berdoa di kamarku yang
beralaskan tikar yang lapuk.
Tuhan trimakasih buat berkat mu dalam hidupku,trimakasih
buat orang tua yang terbaik yang kau pilihkan untukku,trimakasih buat adik-adik
yang kau berikan kepada ku. Tuhan malam ini aku berdoa dengan sangat berharap
kau mengabulkan doaku, ku mohon berikan panjang umur,kesehatan dan rezeki
kepada kedua orang tua ku , iringi setiap langkah ku dan keluarga ,berikan aku
dan adik-adikku kepintaran agar tidak tersia-siakan pengorbanan kedua oang tua
ku,bantu aku mewujudkan cita-cita ku,ajari aku untuk mencintai sekolah ku yang
baru sehingga aku dapat berhasil dalam menuntun ilmu,dan bantu pula aku membuat
orang tuaku tersenyum bahagia, begitu juga dengan dosa-dosa yang ku perbuat
juga dosa keluarga ku agar kami layak dihadapan-Mu. Trimakasih ya
Tuhan,terpujilah Engkau sekarang dan selama-lamanya.
Amiin.
Doaku mengakhiri malam itu sambil terus berharap dapat
membuat orangtua ku tersenyum bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar